MEDAN-analisatoday.com-Ratusan massa dari berbagai kelompok masyarakat adat, mahasiswa, dan aktivis menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Medan, menuntut keadilan untuk Sorbatua Siallagan, tetua adat Ompu Umbak Siallagan.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas untuk Sorbatua, yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Simalungun pada Agustus 2024. Vonis tersebut dijatuhkan atas tuduhan pendudukan lahan dan pembakaran hutan di yang diklaim sebagai wilayah konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL), meski tidak ada bukti kuat yang mendukung tuduhan tersebut.
Kriminalisasi Masyarakat Adat Sorbatua Siallagan (65) ditangkap secara paksa oleh Polda Sumut setelah dilaporkan oleh PT. TPL. Tuduhan yang dialamatkan kepada Sorbatua adalah pendudukan lahan hutan Negara dan pembakaran hutan. Namun, di persidangan, terungkap bahwa tidak ada saksi yang menyaksikan langsung kejadian pembakaran, dan tuduhan lainnya juga tidak didukung bukti yang memadai. Bahkan, salah satu hakim dalam persidangan memberikan dissenting opinion, menyatakan bahwa Sorbatua tidak terbukti bersalah.
Sorbatua Siallagan dikenal sebagai pembela hak asasi manusia dan pemimpin masyarakat adat yang berjuang untuk mempertahankan tanah leluhur serta menjaga lingkungan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengakui Sorbatua sebagai Pembela Hak Asasi Manusia (HRD).
Vonis terhadap Sorbatua berdampak besar pada keberlangsungan hidup masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan. Mereka kini menghadapi ancaman kehilangan tanah adat yang diwariskan turun-temurun. Kondisi ini juga memperkuat dominasi perusahaan besar terhadap lahan adat, mengancam hak masyarakat adat yang belum diakui secara penuh oleh pemerintah. Selama lima tahun terakhir, setidaknya 49 anggota masyarakat adat di wilayah Tano Batak menjadi korban kriminalisasi saat mempertahankan tanah adat mereka.
Masyarakat adat dan berbagai pihak mendesak agar PT Medan memberikan keadilan dan membebaskan Sorbatua Siallagan dari semua tuduhan. Mereka menilai kasus ini sebagai upaya pelemahan perjuangan masyarakat adat untuk mempertahankan hak atas tanah dan hutan adat dari eksploitasi perusahaan besar. Aktivis lingkungan, masyarakat sipil, dan berbagai organisasi terus mendorong negara untuk menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat sesuai dengan amanat Konstitusi dan Undang-undang yang berlaku.Frans Marbun