MEDAN-analisatoday.com- Fenomena Calon Kepala Daerah (Cakada) yang memiliki moral atau etika minimalis akan menimbulkan kekhawatiran di tengah Masyarakat dalam pembangunan yang berkeadilan sosial.
Sebagaimana kita ketahui bersama, saat ini sejumlah pasangan Bakal Calon Kepala Daerah (Balon-Cakada) sudah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Sebelum menduduki kursi singgasana, semua Cakada ini akan selalu ‘membual’ dengan sejumlah program unggulan, mulai dari pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan, hingga pemberantasan korupsi dan kemiskinan. Bahkan, tidak sedikit diantara calon tersebut memiliki perilaku yang tidak terpuji, seperti mabuk-mabukan, selingkuh, main judi dan lainnya.
Fenomena ini bukanlah hal baru dalam politik Indonesia. Sebab, setiap kali masa pemilihan tiba, masyarakat selalu disuguhkan dengan janji-janji yang terkesan muluk-muluk. Namun, kenyataannya, tidak sedikit pemimpin yang gagal merealisasikan janji manisnya setelah terpilih.
Kondisi ini memicu pertanyaan mengenai tanggung jawab institusi pendidikan, terutama para akademisi, dalam membentuk calon-calon pemimpin Daerah yang beretika dan bermoral selama menjalani pendidikan di Kampus atau Universitas.
Dr. Bakhrul Khair Amal, Dosen Universitas Negeri Medan (Unimed) mengatakan, sebagai pengajar, tidak pernah mengajarkan hal-hal yang melanggar nilai-nilai moral kepada mahasiswa, terutama mereka yang kelak akan terjun ke dunia politik dan menjadi pemimpin daerah. “Kami mengajarkan ilmu pengetahuan dan moral di dalam kelas. Jika ada calon pemimpin yang berperilaku tidak bermoral, itu terjadi diluar kelas,”katanya.
Menurut dia, institusi pendidikan, khususnya universitas, bertanggung jawab dalam memberikan pembekalan ilmu dan penanaman nilai-nilai moral kepada para mahasiswa. Namun, ia juga mengakui bahwa pengaruh dari luar kampus, seperti lingkungan sosial dan budaya politik, sangat berperan dalam pembentukan karakter seseorang.
“Lingkungan luar kelas memiliki pengaruh besar dalam membentuk moral dan perilaku seseorang. Namun, di dalam kampus, kami selalu mengajarkan tentang pentingnya integritas dan etika dalam kehidupan profesional,”ujarnya.
Meski demikian, Dr. Bakhrul tidak memungkiri bahwa pendidikan tinggi tetap menjadi salah satu pilar penting dalam membentuk calon pemimpin yang berintegritas. Ia menekankan bahwa akademisi memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik generasi muda, bukan hanya dari sisi akademik, tetapi juga dari sisi moral.
“Di kampus, kami berusaha memberikan landasan moral yang kuat kepada para mahasiswa, terutama mereka yang akan terjun ke dunia politik dan pemerintahan. Namun, tanggung jawab ini juga harus didukung oleh masyarakat luas. Karena pilihan itu tergantung Masyarakat. Memilih pemimpin yang memiliki ilmu tetapi tidak memiliki etika atau memilih pemimpin yang punya etika tetapi tidak punya ilmu atau memilih pemimpin yang punya ilmu dan punya etika?,” pungkasnya. Frans Marbun