MANDAILINGNATAL-analisatoday.com – Misteri Sungai Batang Gadis yang selalu meminta tumbal menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Desa Muara Batang Angkola, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal.
Betapa tidak, hampir setiap tahun Sungai ini selalu menelan korban jiwa dikala banjir melanda. Meskipun Sungai ini menjadi salah satu sumber penghidupan pertanian ratusan warga, namun, masyarakat dibuat kocar-kacir dan panik jika di hulu curah hujan sangat tinggi. Seolah, Sungai akan memilih tumbalnya sendiri.
Di tengah kebuntuan, cerita horor tentang tumbal Sungai pun menjadi buah bibir. Walaupun, terjadinya banjir ini akibat penyempitan dan pendangkalan aliran Sungai, kemudian adanya pembalakan liar semakin menambah kerusakan.
Kepala Desa Muara Batang Angkola, Satrya Wira Pulungan, mengatakan, bahwa banjir tahunan ini seolah kewajiban yang harus diterima warga. “Banjir ini bukan lagi hal baru bagi kami, tapi respons dari pemerintah nyaris tidak ada,”kata Satrya.
Ironisnya, sambung dia, terdapat dua dusun di seberang Sungai Muara Batang Gadis terisolir yang hidup tanpa akses listrik PLN , Jalan tidak layakserta fasilitas lainnya.
“Untuk mencapai dusun ini, warga harus melintasi hutan dengan waktu tempuh sekitar 5-6 jam. Anak-anak di dusun ini setiap hari harus melewati rute ekstrem untuk Sekolah. Namun, pemerintah seolah menutup mata terhadap kondisi mereka,”tambahnya.
Permintaan untuk pelebaran aliran sungai guna mencegah banjir sudah diajukan berkali-kali kepada pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dan Provinsi Sumatera Utara, namun tidak pernah ditanggapi.
“Dana desa tidak cukup untuk menangani masalah ini, karena dibutuhkan anggaran besar. Kami sangat berharap ada perhatian serius dari pemerintah, karena tanpa intervensi yang memadai, banjir akan terus menghantui kami,”ungkapnya.
Sementara itu, Sofian Pulungan, salah satu warga Desa, mengungkapkan dampak banjir sangat fatal bagi warga. sebab, lahan pertanian akan rusak dan warga akan mengalami kerugian besar. “Bahkan, setelah banjir surut, masalah kesehatan muncul, dengan wabah penyakit seperti gatal-gatal dan demam berdarah akibat tumpukan sampah yang terbawa banjir,”kata Sofian.
Sofian juga menyoroti kondisi Jembatan penyeberangan yang tidak bisa digunakan saat banjir. “Anak-anak tidak bisa sekolah karena tidak ada jembatan penyeberangan setiap kali banjir. Ini bukan hanya soal akses, tapi masa depan mereka yang terancam,”sebutnya.
Warga pun berharap, Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat membuka mata, hati dan telinga.”Kami juga manusia, kami juga Indonesia, kami juga bayar pajak. Derajat dan hak kami dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan sama, tetapi perlakukan terhadap kami sangat berbeda. Tolonglah kami pak Bupati,”pungkasnya.(ASY)