Oleh. Aisyah Anjani Putri Siregar
KONDISI hukum di Indonesia diketahui belakangan ini tidak baik baik saja. Hal ini dilihat dengan viralnya peringatan darurat garuda biru yang menggambarkan siaran TVRI ketika kondisi darurat zaman dulu sebagai pertanda peringatan bagi masyarakat.
Munculnya cuplikan layar tersebut pada masa kini merupakan bentuk respon dan ajakan masyarakat dalam mengawal putusan mahkamah konstitusi dan jalannya pemilihan pilkada 2024 mendatang.
Gerakan ini timbul setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui revisi UU Pilkada yang menganulir beberapa poin putusan MK pada hari sebelumnya. Hal ini menimbulkan banyak kontra dari masyarakat, dimana keputusan tersebut dinilai tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Munculnya putusan Mahkamah Konstitusi salah satunya dilatar belakangi dengan banyaknya pilkada yang melawan kotak kosong atau calon independen yang tidak dikenal oleh masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Mahkamah konstitusi melakukan perubahan undang-undang mengenai syarat ambang batas jumlah kursi partai politik di DPRD dalam mengajukan calon kepala daerah. Dimana hal ini bertujuan untuk menarik masyarakat dan partai untuk maju mencalonkan diri dalam pilkada.
Petisi Pertama
Jika ditilik dari sisi hukum, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar, dimana disebutkan dalam Pasal 24C ayat 1 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Pelemahan konstitusi ini jika dilihat berdasarkan data yang dirilis oleh World Justice Project, diketahui pada tahun 2023, Indeks Negara Hukum Indonesia sebesar 0,53. Nilai tersebut dari tahun 2015 hingga 2023 tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dimana pada periode waktu tersebut, Indeks Negara Hukum Indonesia terus menunjukkan nilai yang stagnan yang berada di angka 0,52 dan 0,53.
Sedangkan, berdasarkan lembaga survei seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Lembaga Survei Indopool, pada tahun 2023, diperoleh 36,1% responden menilai kondisi penegakan hukum di Indonesia buruk, 28,1% menilai kondisi penegakan hukum di Indonesia baik sebesar 28,1%, 29,1% yang menilai sedang, dan sisanya 6,7% tidak menjawab.
Sementara, menurut Lembaga Survei Indopool diperoleh 49,68% responden menilai kondisi penyelenggaraan hukum di Indonesia baik, dan 41,77% responden menyatakan kondisi penyelenggaraan hukum buruk. Meskipun nilainya terlihat seimbang akan tetapi dengan perbandingan nilai tersebut, belum cukup untuk mengatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia baik-baik saja (Badan Keahlian DPR RI, 2023).
Petisi Kedua
Tak hanya soal putusan tersebut, postingan peringatan darurat garuda biru juga mengandung beberapa isu yang ingin disampaikan, yaitu di antaranya ialah isu korupsi dan penegakan hukumnya.
Permasalahan korupsi dari dulu hingga saat ini merupakan permasalahan yang belum menemukan ujungnya baik di Indonesia maupun di negara lainnya.
Dewasa ini kasus korupsi merupakan kasus yang marak terjadi di antara para pejabat. Akan tetapi, banyaknya kasus korupsi tersebut justru berbanding terbalik dengan penegakan hukum dalam mengurangi korupsi. Merefleksi dari beberapa kontroversi yang pernah terjadi seperti pada revisi UU Korupsi pada tahun 2019 silam yang pada isinya terdapat beberapa poin yang melemahkan kinerja KPK dan maraknya koruptor yang menerima pemotongan masa hukuman dari yang diputuskan merupakan bentuk dari pelemahan tindaklanjut kasus korupsi di Indonesia
Jika melihat data, dilansir dari Indonesia Corruption Watch, diperoleh bahwa indeks persepsi korupsi di Indonesia pada tahun 2023 menurun dari skor 38 menjadi 34. Penurunan skor tersebut membawa Indonesia ke dalam peringkat 110 dari 180 negara di dunia, yang mana hal ini mengindikasikan masih tingginya kasus korupsi di Indonesia.
Selain itu, pada tahun 2024, tercatat bahwa indeks perilaku anti korupsi di Indonesia mengalami penurunan. Dilansir dari data BPS, indeks perilaku anti korupsi (IPAK) di Indonesia sebesar 3,85 dimana nilai tersebut lebih rendah 007 poin dari nilai IPAK tahun sebelumnya. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa semakin permisifnya masyarakat terhadap korupsi.
Petisi Ketiga
Selain kedua isu tersebut, isu mengenai kebebasan berekspresi dan demokrasi juga turut termuat. Dimana jika ditilik melalui kejadian belakangan ini masih terdapat kesan pembatas antara masyarakat dan pemerintah dalam menyampaikan aspirasi dan kritikan.
Merefleksi dari arti demokrasi, demokrasi adalah pemerintah yang berasal dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat, yang mana juga sesuai dengan UUD 1945 pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Akan tetapi, kondisi saat ini menunjukkan bahwa nilai-nilai demokrasi terus menurun. Jika dilihat berdasarkan data, menurut data Badan Pusat Statistik, diketahui bahwa Indeks Demokrasi Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan dari 77,95 pada 2022 menjadi 77,21.
Selain itu, jika dilihat berdasarkan indikator penyusunnya yakni aspek kapasitas lembaga demokrasi, aspek kesetaraan, dan aspek kebebasan. Pada tahun 2023, dari ketiga aspek yang ada, terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu pada aspek kebebasan dan aspek kapasitas lembaga demokrasi.
Lebih lanjut, jika dilihat melalui statistik politik BPS, pada tahun 2022, menunjukkan bahwa terdapat aturan yang membatasi kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, berpendapat, dan berkeyakinan di Indonesia, yang jumlahnya mencapai 95 aturan dan nilai tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sejumlah 94 aturan.
Kemudian, jika dilihat dari sisi pers, Indeks Kemerdekaan Pers pada tahun 2023, mengalami penurunan yakni dari 77,88 pada 2022 menjadi 71,57. Dimana, pada tahun 2022, jumlah kejadian kekerasan terhadap wartawan meningkat 18 kasus dari tahun sebelumnya.
Apa yang bisa dilakukan?
Penurunan-penurunan tersebut merupakan evaluasi bagi pemerintah tak terkecuali bagi masyarakat dalam menjaga penerapan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Jika kondisi ini terus terjadi, maka hak politik masyarakat akan terus diambil dimana hak tersebut merupakan salah satu hak yang tercakup dalam hak asasi manusia, sila ke-4 pancasila dan pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. Selain itu jika hal ini terjadi berkepanjangan hingga beberapa dekade ke depan, bukan tak mungkin akan menimbulkan gejolak politik yang merusak benteng pertahanan dan keamanan negara.
Pemerosotan konstitusi ini harus menjadi cerminan pemerintah dalam memperbaiki konstitusi Indonesia ke depannya. Pemerintah perlu melakukan pembenahan hukum, pembersihan kabinet, serta memperkuat penegakan hukum, sehingga hukum dapat runcing baik ke atas maupun ke bawah serta keadilan hukum dapat tercapai hingga ke seluruh lapisan masyarakat tanpa melihat latar belakang apapun.
Pengawasan dari masyarakat terhadap jalannya pemerintahan juga sangat diperlukan dalam menjaga roda pemerintahan tetap berada di atas jalur nilai-nilai pancasila. Hal ini dapat dicapai melalui pengamalan sikap anti korupsi dan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari sedari dini pada generasi muda.
Pembentukan jiwa yang jujur dalam hal-hal kecil, semangat pantang menyerah yang tinggi dan bertanggung jawab dalam memperoleh sesuatu merupakan sifat yang seharusnya sudah ditanamkan kepada generasi muda. Sehingga, ke depannya akan terbentuk generasi muda unggulan yang bernilai pancasila dalam mewarisi negara kita tercinta Indonesia.
Penulis Mahasiswa STIS 63 Magang di BPS Kota Medan
IG:@aisya_njani